NASIONAL, Lokacita: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hanif Faisol Nurofiq mengungkap sejumlah faktor yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta semakin memburuk.
“Ini adalah pertemuan koordinasi, dan kami sudah sampaikan sejak beberapa minggu lalu bahwa kualitas udara Jakarta terus menurun,” ujar Hanif, Jumat (13/06/2025).
Dirinya menyebut, kondisi tersebut masih berlangsung hingga hari ini. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, kualitas udara Jakarta sempat menempati peringkat kedua terburuk di dunia.
“Kalau dilihat dari suasananya, hari ini masih sama seperti kemarin. Artinya, kita harus segera mengambil langkah antisipatif untuk mengatasinya,” kata dia.
Berdasarkan kajian yang diterima Kementerian LHK, Hanif menjelaskan bahwa 35 hingga 57 persen penyebab buruknya udara di Jakarta berasal dari bahan bakar minyak (BBM) dengan kadar sulfur tinggi yang digunakan kendaraan bermotor.
“Kontribusi terbesar terhadap pencemaran udara di Jakarta berasal dari penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan. Kandungan sulfurnya masih tinggi,” ujar Hanif.
Selain emisi kendaraan, Hanif menyebut pembakaran sampah atau illegal burning menyumbang sekitar 14% pencemaran udara, diikuti oleh aktivitas konstruksi sebesar 13%, dan emisi dari cerobong industri.
Ia menyoroti pentingnya transisi menuju BBM yang lebih bersih. Menurutnya, BBM yang digunakan di Jakarta sebagian besar dipasok dari Kilang Balongan.
Karena itu, Hanif meminta pihak terkait segera memenuhi standar internasional, terutama kandungan sulfur yang idealnya di bawah 50 part per million (ppm).
“Kita belum mencapai standar itu. Karena itu, hari ini kita melakukan koordinasi agar BBM yang dipasok untuk Jabodetabek segera ditingkatkan kualitasnya,” kata Hanif.
Hanif juga mengungkap, pihaknya telah menindak sejumlah industri pencemar udara. Salah satunya dengan menutup dua perusahaan di kawasan Cikarang yang terbukti menghasilkan emisi udara pekat berbahaya.
“Semalam kami menutup dua perusahaan di Cikarang karena kontribusinya terhadap polusi udara cukup besar,” ungkapnya.
4000 Cerobong Industri
Lebih lanjut, Hanif mengatakan terdapat sekitar 4.000 cerobong industri di wilayah Jabodetabek yang turut menyumbang polusi.
“Ada 48 kawasan industri di Jabodetabek, dan berdasarkan data kami, terdapat 4.000 cerobong aktif. Dampak dari satu cerobong saja sudah signifikan, apalagi jika jumlahnya sebanyak itu,” ucap Hanif.
Ia mengingatkan bahwa puncak kondisi udara terburuk di Jakarta biasanya terjadi pada bulan Juli hingga Agustus. Namun, saat ini, pada pertengahan Juni, kualitas udara sudah berada dalam kondisi mengkhawatirkan.
“Kalau tidak segera diambil langkah fundamental, dua bulan ke depan dampaknya akan semakin serius,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjutan, Hanif mengaku akan menginisiasi deklarasi bersama antara Kementerian LHK, Gubernur Daerah Khusus Jakarta, serta para kepala daerah di Jabodetabek untuk memperkuat komitmen penanganan pencemaran udara.
“Kami akan segera melakukan deklarasi bersama dengan Gubernur DKJ dan seluruh bupati/wali kota di Jabodetabek. Ini penting untuk bersama-sama melawan polutan yang telah merampas langit biru kita,” pungkasnya.