NASIONAL, Lokacita: Kejaksaan Agung (Kejagung) ungkap alasan penetapan tersangka Tom Lembong di kasus impor gula meskipun belum ditemukan aliran dana korupsi.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menegaskan penetapan tersangka terhadap Tom Lembong telah sesuai dengan Undang-Undang tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Untuk menetapkan sebagai tersangka ini, kan, tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana. Sudah jelas aturannya di Pasal 2 dan Pasal 3 (UU Tipikor),” ujarnya, Jumat (01/11/2024).
Ia menjelaskan dalam ketentuan Pasal 2 telah diuraikan bahwa setiap orang yang terbukti melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara merupakan tindak pidana.
Sementara itu dalam Pasal 3, kata dia, disebutkan bahwa setiap orang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana, jabatan yang dapat merugikan keuangan negara merupakan tindak pidana.
“Artinya di dalam 2 pasal ini, seseorang tidak harus mendapatkan keuntungan. Ketika memenuhi unsur bahwa dia menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan jabatan yang ada padanya dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” tuturnya.
Diketahui sebelumnya, Kejagung telah menetapkan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyalahgunaan wewenang impor gula.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar mengatakan pihaknya telah memiliki alat yang cukup untuk menetapkan Tom menjadi tersangka.
Tom Lembong dinilai menyalahgunakan wewenangnya sebagai Menteri Perdagangan dengan mengeluarkan izin Persetujuan Impor dengan dalih pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula nasional meskipun Indonesia sedang surplus gula.
Tom Lembong juga diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada pihak-pihak yang tidak berwenang.
Dalam kasus ini, Kejagung menyebut nilai kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mencapai Rp400 miliar.