Ciamis – Polemik izin operasional Klinik Pratama Rawat Inap Syaibah di Kabupaten Pangandaran kian rumit setelah fakta mengejutkan terungkap di persidangan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri (PN) Ciamis, Kamis (25/9/2025).
Gugatan tersebut diajukan oleh dr. Erwin Thamrin, pemilik Klinik Syaibah, melalui kuasa hukumnya Didik Puguh Indarto berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 76/SK/2025 tertanggal 30 April 2025. Dalam berkas gugatan, ada 9 tergugat yang disebut, mulai dari warga hingga pejabat instansi pemerintah Kabupaten Pangandaran.
Polemik bermula dari laporan HDS, yang mengaku menerima aduan warga bahwa dr. Erwin membuka praktik kedokteran tanpa izin di Klinik Syaibah, Padaherang.
Laporan itu diteruskan ke Satpol PP Pangandaran, hingga terbit Surat Perintah Penyidikan pada 27 Maret 2025, dengan menunjuk RNR selaku Kepala Seksi Penyelidikan dan Penyidikan sebagai penyidik.
Rapat klarifikasi digelar 11 April 2025, menghasilkan sejumlah poin, di antaranya:
Klinik sudah berbadan hukum Yayasan Putra Syaibah Padaherang dengan NIB 2003240134962.
Klinik belum memiliki izin berusaha (sertifikat standar terverifikasi), PBG, dan SLF.
Pihak klinik menyatakan siap mengurus seluruh perizinan sesuai aturan.
Meski begitu, HDS tetap melaporkan dr. Erwin ke Polres Pangandaran atas dugaan pelanggaran Pasal 442 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
dr. Erwin membantah tuduhan praktik ilegal. Ia menunjukkan sejumlah dokumen resmi, termasuk Surat Izin Praktik (SIP), Surat Tanda Register Dokter, serta surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Pangandaran.
Ia juga menegaskan bahwa tuduhan mempekerjakan dr. TS tidak benar. TS hanya pernah menjadi penanggung jawab manajemen, bukan tenaga medis aktif, bahkan sudah mundur sejak Maret 2024.
Selain itu, pemeriksaan Satpol PP pada 14 April 2025 dinilai cacat prosedur karena dilakukan tanpa undangan resmi. Kondisi ini yang kemudian menjadi dasar gugatan perbuatan melawan hukum.
Akibat polemik, praktik kedokteran dr. Erwin di Jl. Stasion No. 02, Desa Karangpawitan, Padaherang berhenti sejak 11 April 2025, membuatnya kehilangan pendapatan rata-rata Rp500 ribu per hari. Total kerugian materiil ditaksir mencapai Rp19,5 juta, ditambah kerugian immateriil berupa tercemarnya reputasi.
Dalam sidang Kamis (25/9), hadir saksi AT yang memberikan kesaksian mencengangkan. Ia menyatakan bahwa penyidik Satpol PP RNR yang menangani kasus Klinik Syaibah, ternyata berstatus tersangka penipuan/penggelapan Rp35 juta.
AT adalah pelapor dalam LP/B/101/VI/2024/SPKT/Polres Pangandaran/Polda Jawa Barat tanggal 3 Juni 2024. Status tersangka RNR dikuatkan dengan Surat Ketetapan Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/40/VII/RES.1.11/2024/Satreskrim tertanggal 12 Juli 2024.
Kuasa hukum dr. Erwin menilai fakta ini memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan.
“Bagaimana mungkin seorang tersangka penipuan diberi kewenangan menyidik legalitas sebuah klinik? Hal ini jelas problem etis sekaligus hukum,” tegas Didik Puguh Indarto.
Sementara itu, kuasa hukum HDS, Miptah Mujahid, membantah tudingan tersebut. Menurutnya, laporan kliennya murni untuk kepentingan masyarakat.
“Klien saya hanya menindaklanjuti laporan warga sesuai mekanisme. Tidak ada motif pribadi,” ujarnya.
Kuasa hukum lain, Ferdy, menegaskan bahwa kesaksian saksi harus sesuai hukum acara.
“Saksi fakta harus melihat atau mengalami langsung peristiwa yang disengketakan. Kalau tidak, tentu bisa dipersoalkan,” katanya.
Kesaksian AT dinilai membuka babak baru. Perkara kini tidak hanya menyangkut legalitas izin Klinik Syaibah, melainkan juga kredibilitas aparat penegak perda yang menangani kasus tersebut.
Majelis hakim dijadwalkan melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi lain pada Kamis, 2 Oktober 2025.