Nasional, Lokacita: Resmi, MK telah menolak gugatan usia Capres dan Cawapres yang pernah viral beberapa bulan terakhir ini.
Kasus yang menimpa MK rupanya mencapai keputusan terakhir. Pasalnya, hari ini pembacaan putusan gugatan nomor 141/PUU-XXI/2023.
Gugatan ini ternyata mengenai perkara syarat usia dari Capres dan Cawapres tidak sesuai Pasal 169 huruf q UU yang berubah karena keputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Pada sidang keputusan, hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih mengatakan bahwa keputusan mengenai kasus ini adalah putusan a quo.
Putusan a quo sendiri merupakan putusan yang dijatuhkan oleh badan peradilan tingkat pertama serta terakhir yang sudah bersifat keputusan akhir.
“Putusan ini tidak mengenal sistem berjenjang atau sistem peradilan secara bertingkat karena Mahkamah Konstitusi tidak mengenal sistem stelsel berjenjang atau badan peradilan di atas melakukan koreksi terhadap putusan peradilan tingkat rendah,” ungkap Enny Nurbaningsih kembali.
Mahkamah Konstitusi juga menyampaikan ada pelanggaran etika berat yang telah melibatkan mantan Ketua MK Anwar Usman. Mantan ketua MK ini rupanya dalam membuat keputusan Nomor 90 tidak disidangkan ulang dengan majelis hukum yang berbeda. Hal ini tercantum pada Pasal 17 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Perihal ini sangat mengecewakan, pasalnya Undang-undang Kekuasaan Kehakiman dianggap sebagai UU sifatnya lebih umum daripada Undang-undang MK yang sifat keputusannya final serta mengikat.
Menurut Enny Nurbaningsih yang dilansir dari beberapa laman mengatakan bahwa apabila ingin membentuk majelis yang berbeda untuk memeriksa perkara MK ini cukup sulit.
“Membentuk sebuah majelis yang berbeda untuk memeriksa kembali mengenai perkara yang sedang terjadi tentu tidak bisa karena tidak sesuai dengan Pasal 17 ayat 7 UU 48/2009 tidak mungkin diterapkan pada Mahkamah Konstitusi,” ungkap Enny Nurbaningsih kembali.
Oleh karena itu apabila pemohon ingin meminta perkara MK ini diselidiki ke majelis hukum yang berjenjang atau majelis hukum lainnya tentu tidak bisa.
Dengan alasan undang-undang Mahkamah Konstitusi sifatnya lebih mengikat daripada undang-undang kekuasaan kehakiman.