NASIONAL, Lokacita: DPR RI mengesahkan RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 untuk menjadi UU APBN 2025 dalam Rapat Paripurna.
“Apakah rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 dapat disetujui? Terima kasih,” ujar Wakil Ketua DPR RI H. Lodewijk F. Paulus, Kamis (19/09/2024).
Dalam UU APBN 2025, Pemerintah menetapkan target pendapatan negara sebesar Rp3.005,1 triliun, belanja negara Rp3.621,3 triliun, defisit Rp616,19 triliun dengan keseimbangan primer defisit sebesar Rp63,33 triliun, serta pembiayaan anggaran sebesar Rp616,2 triliun.
Untuk belanja kementerian/lembaga (K/L) ditetapkan sebesar Rp1.160,09 triliun, belanja non K/L sebesar Rp1.541,36, serta Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp919,87 triliun.
“TKD ini dapat menjadi pengembangan sumber ekonomi baru di daerah dan peningkatan investasi serta keterlibatan dalam global supply chain,” kata Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati.
Kemudian penerimaan perpajakan untuk 2025 ditargetkan mencapai Rp2.490,9 triliun, sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2025 ditargetkan mencapai Rp513,6 triliun.
Untuk asumsi dasar ekonomi makro 2025, ditetapkan yakni target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, laju inflasi 2,5 persen, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun sebesar 7 persen.
Kemudian nilai tukar rupiah Rp16.000 per dolar AS, harga minyak mentah Indonesia 82 dolar AS per barel, lifting minyak 605 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1,005 juta barel setara minyak per hari.
Selain itu, sasaran dan indikator pembangunan disepakati dengan rincian sasaran pengangguran terbuka 4,5-5 persen, kemiskinan 7-8 persen, kemiskinan ekstrem 0 persen, rasio gini 0,379-0,382, indeks modal manusia (IMM) 0,56, nilai tukar petani (NTP) 115-120, serta nilai tukar nelayan (NTN) 105-108.
Adapun Bendahara Negara itu berpesan, ke depannya pelaksanaan APBN 2025 harus tetap disertai kewaspadaan terhadap berbagai ketidakpastian dan risiko perekonomian global.
“Kita tetap waspada terhadap berbagai risiko seperti tensi global, geopolitik dan bahkan terjadinya perang. Perlambatan ekonomi Tiongkok yang merupakan mitra dagang Indonesia, dan lesunya ekonomi Eropa serta dinamika ekonomi politik di AS pasca pemilu,” ucapnya.