Jumat, November 14, 2025
spot_img

LBH Bandung Gugat Menteri ESDM Soal Pembangunan PLTU Tanjung Jati A Cirebon

NASIONAL, Lokacita: Tim Advokasi Hak atas Keadilan Iklim yang terdiri dari LBH Bandung dan Walhi Jawa Barat mengajukan gugatan terhadap rencana pembangunan PLTU Tanjung Jati A Cirebon.

Gugatan yang masuk per tanggal 2 Desember 2024 itu dilakukan sebab pemerintah pusat tidak mengindahkan putusan PTUN Bandung yang sebelumnya telah membatalkan izin lingkungan terkait rencana pembangunan pembangkit energi ekstraktif tersebut.

Walhi Jawa Barat sebagai penggugat menggugat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar mengeluarkan rencana pembangunan PLTU Tanjung Jati A dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Meski di lapangan pembangunan PLTU Tanjung Jati belum dilanjut, namun secara administratif, masih tercantumnya rencana pembangunan dalam RUPTL membuat gugatan ini menjadi penting dan strategis.

“Ini merupakan gugatan strategis, mengingat pembangunan PLTU Tanjung Jati A kemungkinan akan dilanjutkan, meskipun telah ada putusan pengadilan yang membatalkan izin lingkungannya,” kata Heri Pramono, Direktur LBH Bandung.

Heri menerangkan, sebelumnya Tim Advokasi Hak atas Keadilan Iklim sudah mengajukan gugatan izin lingkungan PLTU Tanjung Jati A ke PTUN Bandung dan memenangkan gugatan pada 2022.

Putusan tersebut membatalkan izin lingkungan dan telah berkekuatan hukum tetap. Sebab sejak 13 Oktober 2022 izinnya dibatalkan, pemerintah tidak melakukan upaya hukum apa pun.

Gugatan dilakukan atas dasar potensi kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia, serta ketidaksesuaian proyek pembangunan itu dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca, sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Paris. Rencana pembangunan PLTU Tanjung Jati A berkapasitas 2 x 660 MW ini dinilai akan berkontribusi memperparah perubahan iklim.

“Melalui dampingan yang kami lakukan, dampaknya itu sangat membebani lingkungan dan ekonomi masyarakat,” kata Heri.

Proyek pembangunan PLTU Tanjung Jati A diperkirakan akan menghasilkan lebih dari 480 juta ton emisi karbon.

Selama masa operasinya, PLTU Jawa 3 Cirebon ini dinilai akan mengancam kelestarian lingkungan serta berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan hidup dalam wujud penurunan kualitas udara, kesehatan publik, penurunan kualitas air laut, serta semakin parahnya perubahan iklim.

“Ini bukan hanya semata gugatan terhadap PLTU, tapi kami juga menagih kewajiban negara terhadap pemenuhan hak atas lingkungan hidup. Ini juga sebagai upaya untuk memajukan langkah ekologis. Pemerintah tidak pernah tuntas dan tegas untuk tidak menggunakan energi batu bara. Tidak sesuai dengan Paris Agreement,” kata Heri.

Merugikan Lingkungan dan Masyarakat

Direktur Walhi Jabar, Wahyudin, menegaskan, upaya litigasi yang dilakukan oleh koalisi ini ditujukan untuk melihat ketaatan pemerintah atas keputusan pertama dan melihat komitmen negara terhadap perjanjian paris.

PLTU batu bara, lanjut Iwang akan terus memberikan kontribusi buruk terhadap kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Biaya pemulihan akibat adanya pembangkit ini pun akan semakin besar yang tidak akan sebanding dengan kerusakan yang muncul oleh aktivitas kotornya.

“Jangan lagi membangun PLTU karena bebannya tinggi dan akhirnya harus ditanggung oleh masyarakat. Sudah tidak layak lagi PLTU Jawa 3 atau Tanjung Jati A 2×660 MW masuk ke dalam RUPTL yang baru. Kami mendesak tidak ada lagi pembangunan energi ekstraktif di Jawa Barat dan yang eksisting segera ditutup dan tidak menjalankan solusi palsu,” kata Iwang dalam konferensi pers.

Bagikan

Komentar

Artikel Terkait
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -
Google search engine
- Advertisment -
Google search engine

Terbaru